Rabu, 26 Desember 2012

All I want for Christmas


well,, thanks to my Father in Heaven, Jesus Christ for my happiness life :)
udah desember, artinya udah di penghujung tahun 2012.. bersyukur tahun ini masih bertemu dengan bulannya "santa, pohon natal, mistletoe, a gift".. tentunya dalam keadaan sehat.. 
btw,, merry christmas for all reader :D


*harusnya sih ini dibuat kemarin lah yaa.. hehe*

terimakasih buat nafas yang masih dipinjamkan oleh sang pemilik.. :)
terimakasih untuk keluarga :)
terimakasih untuk semua sahabat :)
dan kado-kado spesial yang sudah diberikan di bulan desember ini, terimakasih :)
mungkin telah banyak kesalahan yang tidak sengaja atau sengaja dilakukan, mohon maaf untuk semuanya itu.. :')
and all I want for Christmas 2012,, telah tercipta dengan bahagianya masing-masing, di tempatnya masing-masing, dan pada orangnya masing-masing :)


with love,
winda febriana djiloy

Kamis, 20 Desember 2012

Anticonvulsant Drugs


BAB I
PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang 
Epilepsy adalah gangguan umum dan sering terjadi. Lebih dari 40 bentuk epilepsy telah diidentifikasi. Bangkitan epileptic sering menyebabkan kerusakan kesadaran, meningkatan resiko membahayakan diri sendiri, dan sering mengganggu pendidikan dan pekerjaan. Kata epilepsy memiliki implikasi yang banyak bagi individu dan social. (Goodman,
Penyebab bangkitan banyak diketahui dan termasuk jangkauan luas dari penyakit neurologis – dari infeksi hingga neoplasma dan cedera kepala. Pada beberapa kelompok, hereditas menjadi factor predominant. (Katzung,
Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk dapat mengenal dan memahami tentang obat-obat yang dapat digunakan sebagai anticonvulsant.

1.2     Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk memahami efek antikonvulsan dalam mencegah dan menyembuhkan kejang.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Terminology konvulsi dan bangkitan sering digunakan dipertukarkan dan secara dasar memiliki arti yang sama. Bangkitan dapat didefinisikan sebagai serangan periodic dari gangguan fungsi cerebral. Bangkitan juga dideskripsikan oleh gangguan abnormal aktivitas elektrik pada satu atau lebih area otak. Bangkitan dapat diklasifikasikan sebagai parsial (fokal) atau generalisata. Setiap tipe gangguan bangkitan dikarakteristik oleh pola spesifik, di samping pola berbeda manifestasi motorik atau sensorik. (Edmunds, 2009)
Epilepsy adalah masalah kesehatan umum. Seizure adalah suatu aspek epilepsy. Pasien dengan epilepsy mungkin mengalami masalah kognitif dan perilaku yang memiliki dampak penolakan pada kehidupannya. Komorbiditas kognitif terkait dengan epilepsy telah dikonfirmasi pada studi klinik, eksperimental, patologi, psikologi, fisiologi dan imaging. Pasien dengan epilepsy mengalami masalah kognitif yang bervariasi seperti penurunan inteligensia, perhatian, masalah pada memory, bahasa dan fungsi eksekutif frontalis, tergantung lokasi lesi. (Shehata, 2009)
Epilepsy adalah gangguan neurologis kronik yang khas karena seizure berulang. Terdapat tipe epilepsy berbeda dan tidak bergantung pada 1 mekanisme yang menyertai tapi multifactor. Epilepsy biasanya dikontrol tapi tidak sembuh dengan pengobatan walau demikian lebih 30% orang dengan epilepsy tidak memiliki control seizure bahkan dengan pengobatan terbaik yang ada. (Husain, 2012)
Obat antiseizure ideal dapat mensupresi semua seizure tanpa menyebabkan efek yang tidak diinginkan. Sayangnya, obat yang digunakan sekarang tidak hanya gagal untuk mengontrol aktivitas seizure pada pasien, tapi sering menyebabkan efek yang tidak diinginkan pada rentang keparahan dari kerusakan minimal system saraf pusat hingga kematian karena anemia aplastik atau gagal hepar. Untuk meminimalkan toksisitas, pengobatan monoterapi dianjurkan. Jika seizure tidak terkontrol dengan agent awal pada konsentrasi plasma yang adekuat, penggantian obat kedua dianjurkan untuk pemberian obat stimultan dari agent lainnya. (Brunton L, 2006)
Obat antiepileptic secara structural dibagi dalam komponen kelas berbeda. Elemen structural paling umum dari generasi 1 obat antiepileptic, derivate dari hydantoin, oxazolidinediones, suksimid, dan glutarimid, dapat didefinisikan sebagai nitrogen yang mengandung system heteroatomik dengan 1 atau 2 cincin phenyl dan setidaknya 1 kelompok carbonyl. (Husain, 2012)
Obat-obat antikonvulsan ini dapat dibagi dalam beberapa kelompok kimiawi, yaitu :
1.       Obat generasi pertama
-   Barbital :fenobarbital dan mefobarbital memiliki sifat antikonvulsan khusus yang terlepas dari sifat hipnotiknya. Yang digunakan terutama senyawa kerja panjang untuk memberikan jaminan yang lebih kontinu terhadap serangan grand mal.
-   Fenitoin. Struktur kimia obat ini mirip barbital, tetapi dengan cincin-lima hidantoin. Senyawa hidantoin ini terutama digunakan pada grand mal.
     Phenytoin memaksa aktivitas antiseizure tanpa menyebabkan depresi umum dari system saraf pusat. Pada dosis toxic, hal ini memproduksi tanda gelisah dan rigiditas. Efek signifikan terbanyak dari phenytoin adalah kemampuannya untuk mengubah pola electroshock seizure maksimum. Phenytoin adalah satu dari banyak obat yang digunakan secara luas sebagai agent antiseizure, phenytoin efektif melawan semua tipe seizure partial dan tonic-klonic tapi tidak untuk seizure absence. (Brunton, L, 2006)
-   Suksinimida :ethosuksimida dan mesuksimida. Senyawa ini memiliki kesamaan dalam susunan gugus cincinnya dengan fenitoin. Terutama digunakan pada petit mal.
-   Lainnya : asam valproate, diazepam dan klonazepam, karbamazepin, dan okskarbazepin.

2.       Obat generasi kedua : vigabatrinm lamotrigin dan gabapentin (Neurontin), juga felbamat, topiramat dan pregabalin. Obat-obatan ini umumnya tidak digunakan tunggal sebagai monoterapi, melaikan kombinasi dengan obat-obat klasik (generasi ke-1). Keberatan obat-obat yang agak baru ini adalah masih relative singkat dibandingkan dengan obat-obat generasi pertama, yang sudah membuktikan keampuhan dan keamanannya (Tjay Hoan Tan. 2007)
Pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan penyebaran kejang. Namun, umumnya obat antiepilepsi lebih cenderung bersifat membatasi proses penyebaran kejang dari pada mencegah proses inisiasi. Dengan demikian secara umum ada dua mekanisme kerja yakni : peningkatan inhibisi (GABA-ergik ) dan penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion : Na+ , Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmitor, meliputi :
1.      Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson.
Contoh : fenitoin dan karbamazepin ( pada dosis terapi ), fenobarbital dan asam valproat ( dosis tinggi ), lomotrogin, topiramat, zonisamid.
2.      Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus ( yang berperan sebagai   pace-maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum dikorteks )
Contoh : etosuksimid, asam valproat, dan clonazepam.
3.      Peningkatan inhibisi GABA
a.       Langsung pada kompleks GABA dan kompleks Cl-
Contoh : benzodiazepin, barbiturat.
b.      Menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi reuptake dan metabolisme GABA.
Contoh : tiagabin, vigabatrin, asam valproat, gabapentin.
4.      Penurunan eksitasi glutamat, yakni melalui:
a.       Blok reseptor NMDA, misal lamotrigin
b.      Blok reseptor AMPA, misal fenobarbital, topiramat.
(Gunawan, 2009)


BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1     Alat dan Bahan
a.       Alat
-          Disposable syringe
-          Stopwatch
-          Kurungan mencit
b.      Bahan
-          Saline
-          Diazepam (injeksi)
-          Strychnine (injeksi) 0,05%

3.2     Subjek
Mencit sehat yang berat badannya telah ditimbang.

3.3     Prosedur
1.      Perlakukan hewan coba dengan baik dan amati aktivitas motoriknya sebelum diberikan salah satu obat.
2.      Setiap kelompok mahasiswa bekerja dengan 4 hewan coba. Bagi hewan coba kedalam 2 kelompok untuk percobaan preventif dan kuratif. Tandai hewan coba yang diberikan antikonvulsan atau saline sebelum atau sesudah injeksi stimulant SNC.

Nomor Hewan
Penanda
Perlakuan
Kelompok Preventif
Kelompok Kuratif
1
Tanpa tanda
Saline

2
Pada kepala
Diazepam 0,05 mL/25 gr BB

3
Pada punggung atas

Saline
4
Pada punggung bawah

Diazepam 0,05 mL/25 gr BB

a.       Untuk eksperimen preventive
1.      Berikan mencit obat  berikut ini, saline atau diazepam intramuscular. 15 menit setelahnya berikan SNC stimulant (0,2 mL/25gr BB strychnine) intraperitoneal.
2.      Kumpulkan data onset dan durasi konvulsi yang terjadi pada setiap hewan coba.
3.      Bandingkan data antara saline dan antikonvulsan (diazepam).

b.      Untuk  eksperimen kuratif
1.      Berikan 0,2 mL/25gr BB strychnine intraperitoneal. Setelah konvulsi terjadi, berikan hewan coba saline atau diazepam intramuscular.
2.      Kumpulkan data onset efek antikonvulsi.
3.      Bandingkan data antara saline dan antikonvulsan (diazepam).


BAB IV
HASIL PERCOBAAN

Tabel 1 . Onset dan durasi efek konvulsi pada kelompok preventif
No
Kelompok Saline
Kelompok Diazepam
Onset (menit)
Durasi (menit)
Onset (menit)
Durasi (menit)
1
01.20
00.20
05.45
30.30

Tabel 2. Onset efek antikonvulsan pada kelompok kuratif
No
Onset (menit)
Saline
Diazepam
1
00.00
03.00


Tabel 3. Dosis Obat yang digunakan dalam praktikum
Preventif
Saline : 21,6/25 X 0,05 = 0,0432 ml
Strichnine : 21,6/25 X 0,2 = 0,1728 ml
Diazepam : 21,7/25 X 0,05 = 0,0434 ml
Strichnine : 21,7/25 X 0,2 = 0,1736 ml
Kuratif
Saline : 19,7 / 25 X 0,05 = 0,0394 ml
Strichnine : 19,7/25 X 0,2 = 0,1576 ml
Diazepam : 29,4/25 X 0,05 = 0,0588 ml
Strichnine : 29,4/25 X 0,2 = 0,2352 ml



BAB V
PEMBAHASAN

Dalam praktikum farmakologi ini kami akan melakukan, uji  preventif dan kuratif obat-obat antikonvulsan  terhadap mencit dengan menggunakan diazepam dan saline.
Dalam uji preventif antikonvulsan dilakukan penyuntikan saline dan diazepam terlebih dahulu yang diikuti penyuntikan strichnine sebagai stimulus kejang. Pada mencit yang disuntikan saline  secara intramuskular dibiarkan selama 15 menit  kemudian disuntikan strichnine didapatkan onset kejang (dari waktu penyuntikan sampai muncul kejang ) 1 menit 20 detik dan durasi kejang ( dari mulai kejang sampai berhenti ) 20 detik dan mencitnya mati. pada mecit yang disuntkan diazepam secara intraperitoneal   dibiarkan selama 15 menit  kemudian disuntikan strichnine didapatkan onset kejang 5 menit 45 detik dan durasi kejang 30  menit 30 detik, kemudian mencit kembali keadaan normal. Hasil yang didapat telah sesuai teori, dimana Saline tidak memiliki efek preventif dibuktikan dengan matinya mencit, sedangkan untuk diazepam terbukti memiliki efek preventif dilihat dari muncul kejangnya yang lambat tetapi dengan durasi kejang yang panjang.
Dalam uji kuratif antikonvulsan dilakukan penyuntikan strichnine (secara intraperitonal) sebagai stimulus kejang dan diikuti penyuntikan saline dan diazepam. pada mencit yang kejang akibat pemberian strichnine, kemudian langsung disuntikan saline secara intramuskular. onset antikejang yang didapatkan saline tidak berefek karena penyuntikan mencit tetap kejang kemudian mati.  sedangkan pada mencit yang disuntikan diazepam didapatkan onset antikejang 3 menit, kemudian mencit sedasi dan tertidur. Hasil yang didapatkan telah sesuai teori karena onset terapi diazepam untuk antikejang adalah 30-40 menit sedangkan saline tidak memiliki efek kuratif pada mencit .
Mekanisme kerja diazepam adalah berikatan dengan molekul reseptor GABAA di membran neuron sistem saraf pusat. Reseptor ni berfungsi sebagai kanal ion klorida, diaktifkan oleh neurotransmiter GABA yang bersifat menghambat sistem saraf pusat.
Diazepam diabsorpsi dengan baik,terdistribusi secara luas , sangat dimetabolisme ,dan bnyak menghasilkan metabolit aktif. Diazepam terdistribusi secara cepat dan luas kedalam jaringan, dengan volume distribusi antara 1 L/Kg dan 3 L/Kg dan waktu paruhnya 20-40 jam. 
Diazepam bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter terhadap terapi lazim. Diazepam dapat efektif pada bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik.Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus,disuntikkan 5-20 mg diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Diazepam dapat mengendalikan 80-90% pasien bangkitan rekuren. Pemberian per rektal dengan dosis 0,5 mg atau 1 mg/kg BB diazepam untuk bayi dan anak dibawah 11 tahun dapat menghasilkan kadar 500 µg/ml dalam waktu 2-6 menit untuk anak yang lebih besar dan dewasa pemberian rektal tidak bermanfaat untuk mengatasi keadaan kejang akut karena kadar puncak lambat tercapai dan kadar plasmanya rendah.
Kadar stabil tercapai : 1-4 jam
Waktu  Paruh :  -     Dewasa : 24-48
-                  Anak    :  43 ± 13
Diazepan terutama untuk digunakan sebagai terapi konvulsi rekuren misalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter terhadap terapi lazim.
Kontra indikasi dari penggunaan diazepam, antara lain:
-                 Hypersensitivitas
-                 Pasien Coma
-                 Depresi SSP sebelumnya
-                 Glaukoma
-                 Laktasi dan kehamilan,dll
Efek toksik dari diasepam bisa sampai berat dan bahaya : Obstruksi saluran napas oleh lidah, depresi napas, henti napas, hipotensi, henti jantung.     
Interaksi pengunaan diazepam memungkinkan peningkatan efek pada obat-obat penekan SSP lain dan alkohol. Eliminasi di hambat oleh cimetidin, dizulfiram, dan kontrasepsi oral. Eliminasi dipercepat oleh rivampicin dan obat penginduksi enzim lainnya.


BAB VI
PENUTUP

6.1     Kesimpulan
dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Diazepam merupakan obat antikonvulsan yang dapat mencegah dan mengobati kejang
2.      Pada kelompok preventif, diazepam terbukti efektif dalam mencegah terjadinya kejang dibandingkan dengan saline yang tidak memiliki antikonvulsan yang ditandai dengan onset diazepam lebih lama dibandingkan onset salin dan durasi diazepam lebih cepat dibandingkan durasi saline.
3.      Pada kelompok kuratif, diazepam terbukti efektif dalam mengobati kejang yang ditandai dengan onset diazepam lebih cepat dalam meredakan kejang dibandingkan onset saline.
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dalam percobaan ini adalah waktu pemberian obat, dosis obat dan teknik injeksi yang dilakukan.

6.2     Saran
Sebaiknya alat-alat seperti disposable syringe dan stopwatch dapat ditambah jumlahnya.


DAFTAR PUSTAKA

Brunton L, et al, 2006, Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics eleventh edition,
Edmunds, M, 2009, Introduction to Clinical Pharmacology 7th edition, Elsevier Mosby, New York.
Gunawan S, 2009, Farmakologi dan Terapi FKUI Edisi 5, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Husain A, et al, 2012, Indole Derivatives with Anticonvulsant Activity Against Two Seizure Model, Pharmacophore Journal, vol. 3 (1), pp. 55-61.
Shehata G, et al, 2009, Neuropsychological Effects of Antiepileptic Drugs (Carbamazepine versus Valproate) in Adult Males with Epilepsy, Neuropsychiatric Disease and Treatment, vol.5, pp. 527-533.
Tjay Hoan Tan, 2007, Obat-Obatan Penting, Elex Media Komputindo, Jakarta.